PsikologiSelf Improvement

Sistem vs Resolusi

16 Maret 2020,

Saat ini coronavirus mulai merebak di Jakarta dan beberapa perusahaan mulai melakukan kebijakan Work From Home (WFH) untuk mengurangi risiko tertular penyakit Covid-19. Sehari sebelumnya, rencana saya untuk menghadiri acara klub buku “Kumpul Baca” juga terganggu akibat pandemik ini. 

Namun berkat itu, waktu seharian di hari minggu menjadi kosong dan akhirnya saya berhasil menyelesaikan sebuah buku oleh Scott Adams yang berjudul “How to Fail at Almost Everything and Still Win Big

Simply, buku ini menceritakan kisah hidup sang penulis dimana banyak menemui kegagalan dan akhirnya berhasil sukses. Uniknya, sang penulis mengakui bahwa kegagalan yang dialami selama hidup beliau justru adalah hal yang disengaja, bahkan Scott Adams membuat “karpet merah” untuk kegagalannya. Beliau sangat menerima yang namanya kegagalan. Biasa disebut “failing forward”, artinya gagal untuk bisa maju ke depan.

Kali ini saya akan membahas salah satu isi buku yang sangat relevan dengan bagaimana kita gagal namun dengan cepat bisa bangkit. 

Salah metodenya adalah “System over Goals”, saya rephrase menjadi sistem vs resolusi.

Dengan sistem, ingat resolusi apa tidak, ada semangat tinggi apa tidak, kita akan tetap melaksanakannya. Progress 1 tahun akan terlihat, dan kamu akan terkejut ternyata progress yang dicapai besar tanpa banyak energi yang dikeluarkan. 

Ingat tidak ketika 3 bulan yang lalu, kita (setidaknya saya) membuat resolusi tahun 2020. Atau coba ingat saat tahun baru 2019, waktu itu banyak orang-orang membuat resolusi tahun baru namun tidak sedikit yang menyerah di tengah-tengah.

Mengapa? Salah satu penyebabnya adalah resolusi itu sendiri. Untuk mencapai resolusi kita perlu semangat dan motivasi secara terus menerus. Namun, semangat dan motivasi itu tidak selalu ada. Kamu selama 365 hari pasti ada saat-saat dimana kamu sangat bersemangat, namun juga ada hari-hari dimana kamu merasa tidak ingin melakukan apa-apa.

Dalam buku ini, sang penulis lebih memilih membuat sistem daripada membuat resolusi. Dengan sistem, kita dapat mencapai resolusi itu dengan konsisten. Dengan sistem, resolusi tersebut terasa lebih mudah karena untuk melakukannya tidak perlu motivasi atau semangat yang tinggi, setidaknya ketika sudah terbiasa. Dengan sistem, resolusi tersebut menjadi kebiasaan.

Sistem membuat rutinitas, dimana kita tidak perlu menginvest banyak energi untuk membuat keputusan tersebut. Pernah tidak kamu memilih sebuah makanan lama sekali dan pada akhirnya kamu memilih makanan yang biasa kamu makan? Dengan rutinitas, energi dan waktu untuk memutuskan menjadi minimal. Pada akhirnya, energi tersebut dipakai untuk kegiatan tersebut.

Memang perlu diakui untuk membentuk sebuah kebiasaan atau rutinitas, perlu energi yang besar di awal. Berbeda dengan resolusi dimana kita sangat semangat sekali di awal. Namun dalam jangka panjang, sistem membuat kita lebih dekat dengan target daripada sekedar resolusi. Kadang ekspektasi orang terlalu tinggi di bulan pertama, sehingga ketika kelihatan sedikit progress langsung patah semangat.

Dengan sistem, ingat resolusi apa tidak, ada semangat tinggi apa tidak, kita akan tetap melaksanakannya. Progress 1 tahun akan terlihat, dan kamu akan terkejut ternyata progress yang dicapai besar tanpa banyak energi yang dikeluarkan. 

Salah satu contoh yang bisa diaplikasikan adalah menulis blog atau buku. Kamu mungkin pernah mempunyai target “saya akan menerbitkan 1 buku”, atau “saya akan menulis 50 artikel di 2020”. Saya waktu itu pernah mempunyai target menulis 4 artikel blog dalam 1 bulan. Hasilnya tentu saja tidak mencapai yang diinginkan.

Menulis blog pertama membutuhkan waktu yang sangat singkat karena semangat dan kreativitas sangat tinggi. Bagaimana dengan blog kedua, ide blog mulai kurang menarik dan semangat sudah mulai turun. Walhasil bulan itu saya hanya menulis 1 blog dan 1 draft artikel.

Salah satu sistem yang saya coba adalah menuliskan apa-apa saja yang saya pelajari dan temukan menarik di sebuah note (mungkin bisa dibilang diary), dalam bentuk paragraf. Tidak perlu panjang-panjang, tapi deskripsinya detil sedetil-detilnya.

Berkat itu, saya mampu menarik kreativitas saya dalam waktu singkat dan mengkompilasi apa yang saya pelajari menjadi sebuah artikel blog. Beberapa catatan singkat yang relevan satu sama lain dikumpulkan, disusun, dan kemudian ditulis menjadi sebuah artikel blog dengan 1000 kata (atau mendekati). 

Untuk mampu tiap hari mau menulis diary pun saya sangat kesulitan di awal-awal. Saya membuat sistem dengan membeli buku kecil dan pena yang bisa dijepit di note tersebut sehingga saya bisa menulis apapun ketika ingin menulis. 

Kamu perlu pahami bahwa kita tetap membutuhkan motivasi dan semangat diawal untuk memulai, namun ditengah-tengah ketika dua hal tersebut mulai hilang maka sistem akan membantu kamu untuk tetap konsisten. Hal ini sudah saya lakukan selama sebulan lebih dan banyak hal-hal menarik yang saya baca padahal dari observasi saya sendiri. 

Sistem vs resolusi melepaskan diri kita juga dari hal-hal yang membuat kita insecure. Pernah tidak ketika melakukan sesuatu yang baru kita seperti dijudge oleh orang lain? Di awal kita bisa bertahan berkat motivasi, namun ditengah-tengah berlanjut tanpa sistem rasa insecurity mu akan menjeratmu dan membuat kamu ragu-ragu untuk melanjutkan kegiatan tersebut.

Sistem yang kamu rencanakan tentulah kadang ada kesalahan, namun dengan mencobanya dan “trial-error” (dibaca trial and error) kamu bisa mendapatkan sistem yang baik untuk kamu walaupun tidak sempurna. Tidak ada sistem yang sempurna untuk semua orang. Kamu berani mencoba dan trial-error.

Dengan trial-error, kamu tidak akan merasa insecure sebab kamu tahu sistem kamu sudah terbukti. Cobalah temukan sistemmu sendiri yang nyaman tapi efektif. 

Untuk dapat melakukan trial-error kamu memerlukan salah satu hal penting, yaitu kemampuan untuk melepaskan ego. Ada saat-saat dimana sistemmu tidak bekerja, sehingga kamu patah semangat segera ingin berhenti melakukannya. Hal ini bisa jadi karena ego mu belum melihat dirimu mampu melakukannya, atau bisa jadi egomu belum bisa melepaskan apa yang kamu percaya sebelumnya.

Mengakui kesalahan sebagai pelajaran, dan memahami setiap orang pasti melakukan kesalahan adalah tahap penting dalam melepaskan ego. 

Sedikit banyak dalam hidup, kamu kadang-kadang tidak perlu mendengar semua saran dari orang lain (termasuk tulisan ini!). Cobalah cari sistem yang memang cocok buat mu. Buatlah sistem yang paling nyaman namun tetap efektif. Ada kalanya kamu tidak sadar kamu sudah berapa di puncak setelah tidak lama mengaplikasikan sistem yang kamu buat. 

Masih banyak ilmu-ilmu dari buku “How to Fail at Almost Everything and Still Win Big”, artikel ini adalah sedikit pembahasan dari banyak intisari buku tersebut. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari buku ini. Minggu ini saya berencana untuk membaca ulang buku ini dan membagi intisarinya untukmu.

Sampai jumpa di artikel selanjutnya