PsikologiSocial

Sains Dibalik Rasa Takut

Berapa sering kamu berpikir kepada pasanganmu, “apakah dia beneran sayang denganku”

Selama 20 tahun, kedua pasangan suami istri ini hidup tinggal bersama di sebuah rumah bersama 2 anaknya. Kehidupan mereka sangat harmonis anak-anaknya tumbuh sehat dan ceria. Sang pasangan sering meluangkan waktu agar bisa pergi berlibur bersama anak-anaknya. 

Sang ayah rajin membawa anak lelakinya untuk berlatih bermain sepak bola setiap hari minggu. Sedangkan sang ibu sering membaca buku bersama anak perempuannya. Semua berjalan harmonis, sampai kedua anak tersebut merantau keluar daerah untuk melanjutkan pendidikan di ibukota. 

Setelah ditinggal kedua anak, dirumah kemudian hanyalah tinggal berdua suami istri, kembali seperti dulu ketika mereka baru saja menikah. Namun 25 tahun sejak mereka menikah, suasananya tidak seperti ketika pertama kali. Keduanya membiasakan diri untuk suasana tanpa anak mereka. 

Sang pasangan suami istri merasa aneh, mengapa mereka berdua sulit untuk jujur kepada masing-masing? Setelah 25 tahun mereka hampir tidak pernah merasakan hal ini.

Keduanya takut untuk mengatakan hal yang sebenarnya mereka rasakan

Ada saat ketika sang istri tidak berani menghadapi suami ketika melakukan hal yang tidak baik dimata istri dan begitu juga suami.

Rasa takut ini benar-benar diluar logika, bagaimana seseorang takut dengan orang yang sudah tinggal bersama selama 25 tahun?

Namun hal ini nyata.

Rasa takut seperti ini pasti pernah terjadi kepada kamu.

Rasa takut akan tidak disukai dan ditolak oleh orang lain

Ketika kamu memasuki dunia sosial kamu akan berhadapan dengan puluhan dan ratusan individu yang berbeda, unik, dan punya sesuatu yang berbeda. Namun saat kamu bertemu dengan seseorang yang kamu suka atau atasan kamu sendiri, kamu sering kali menyembunyikan diri sendiri dan mencoba untuk ikut dengan orang tersebut.

Bagi kamu yang sedang berusaha untuk meningkatkan skill sosial, kamu perlu memahami rasa takut ini. Sebab rasa takut ini yang membuat hubungan sosial dengan orang lain tidak berkembang karena takut akan ditolak dan tidak disukai oleh orang lain.

Ada hal unik tentang otak manusia tentang rasa takut akan penolakan

Otak manusia tidak dapat membedakan rasa sakit secara fisik dengan penolakan

Bagi otak kita, rasa sakit akibat patah hati hampir sama dengan rasa sakit ketika dipukul di perut. Tendensi kita untuk menghindari konflik adu pukul hampir sama dengan ditertawakan ketika salah di depan umum.

Rasa takut ini menyebabkan fenomena orang-orang yang minder yang memilih untuk mengikuti apa kata orang sekitar daripada mendengarkan hati kecil dan bertindak sesuai dengan intuisi. Orang-orang minder ini lebih memilih menghindari rasa sakit daripada kebebasan menjadi diri sendiri. 

Rasa sakit, merupakan stimulus negatif di otak kita dimana mengindikasikan bahwa tindakan tersebut perlu dihindari. Otak kita secara harfiah, by nature ingin memaksimal kenyamanan. Karena dititik kenyamanan paling tinggi, adalah titik teraman bagi manusia. Tidak ada rasa sakit dan konflik. Tentram dan damai.

Manusia memiliki kebutuhan untuk terlindungi dari rasa takut, namun ada saatnya rasa takut inilah yang menjadi penghalang untuk mencapai rasa aman tersebut. 

maslow’s hierarchy of needs

Dalam piramida Maslow, memenuhi lantai piramida terbawah adalah kebutuhan fisiologis (pangan, sandang, dan papan) Setelahnya adalah mendapatkan rasa nyaman untuk survive secara psikologis (rasa aman, kesehatan, dan kestabilan finansial). Aman berarti nyaman, begitulah otak kita menterjemahkannya. Makanya laki-laki yang bisa memberikan rasa aman adalah yang bisa memberikan rasa nyaman juga.

Setelah itu akan ada kebutuhan sosial, kebutuhan sosial akan diakui, mengasihi, dan berguna bagi orang sekitar. 

Kalau kamu pernah menonton Naruto di episode 1, kamu akan melihat bahwa Naruto merasa orang-orang sekitar tidak mengakui keberadaannya. Naruto tidak dapat memenuhi kebutuhan sosialnya akan diakui. Dia dikucilkan dan dijauhi oleh masyarakat. Dia merasa keberadaannya sebagai manusia tidak berarti, tidak berguna bagi orang sekitar.

It turns out, rasa sakit itu tidak jauh beda dengan dicuekin atau dicemooh ketika kita mengungkapkan hal yang penting bagi kita, bisa jadi hobi dan pendapat. Bagi sebagian orang yang belum terbentuk imun penolakan (rejection immune), perasaan ini hampir sama dengan dipukul ramai-ramai. 

Dia akan menutup diri dan diam karena merasa tidak dihargai, walaupun yang kita rasa itu adalah hal sepele.

Bagaimana cara agar tidak sakit?

Tidak ada, namun yang paling cepat adalah mengakui bahwa akan ada rasa sakit akan mengurangi rasa sakit tersebut. Dan sering kali itu tidak sesakit yang kita pikirkan. Membuat kamu berpikir mengapa selama ini kamu tidak melakukannya.

Puncak piramida Maslow akan kebutuhan akan aktualisasi diri.

Pada puncak ini kamu akan menemukan dirimu sendiri, dan saya pikir cara tercepat untuk menemukan diri sendiri adalah dengan challenge. Tantangan akan memperlihatkan seberapa besar dan nyata kamu di dunia nyata. Kadang menemukan diri sendiri adalah proses untuk membuka mata kita bahwa diri kita tidak sekecil, atau tidak sebesar yang kita pikirkan.

Sampaikan apa yang ingin kita sampaikan

Lakukan apa yang rasa ingin lakukan.

Kamu akan lihat dan rasakan sendiri, kamu akan mendapatkan halangan dari dirimu sendiri dalam bentuk rasa takut.

Saya tidak bilang kita perlu menghilang semua rasa takut. Rasa takut itu penting, salah satu fungsi dalam otak kita yang membuat kita bertindak cepat ketika menghadapi bahaya.

Namun di jaman modern sekarang, kamu perlu sadar sendiri mana rasa takut yang menguntungkan diri dan mana yang menghalangi dirimu.

Terserah diri kamu mau menemukannya apa tidak

One thought on “Sains Dibalik Rasa Takut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *