Sejak setahun yang lalu menulis artikel-artikel mengenai depresi, waktu itu saya ada depresi yang saya rasakan. Dengan menulis, saya berusaha keluar dari depresi. Untunglah sekarang, rasa depresi itu sudah hilang.
Setelah lama tidak merasakan depresi, ada hal yang membuat penasaran. Orang-orang bisa merasakan kalau seseorang depresi. Mungkin bisa terlihat dari body language, seperti intonasi saat berbicara terasa kurang semangat. Mungkin saja juga bisa direka-reka dari pilihan kata-katanya yang cenderung pesimistik.
Tapi kebanyakan orang yang mengenai depresi hidupnya terlihat biasa-biasa saja, setidaknya dari luar. Masih bisa tertawa, masih mau ngumpul-ngumpul sama teman. Tapi menyembunyikan depresi.
Apakah mungkin kita bisa mendeteksi seseorang sedang depresi dengan cara yang lain?
Pertanyaan itu tidak sempat terjawab selama lebih dari setengah tahun, dan berubah setelah saya menemukan sebuah buku yang berjudul “Levels of Energy” oleh Frederick Dodson.
Membaca buku ini, saya tidak hanya mendapatkan pencerahan mengenai cara mendeteksi depresi, namun hal unik seperti:
- Mengapa motivasi-motivasi yang kita sampaikan bahkan dari trainer sekalipun hampir tidak ada efeknya untuk orang depresi
- Mengapa membuat orang depresi marah bisa menjadi obat depresi
- Mengapa orang depresi dapat dikatakan tidak dekat dengan Tuhan dan perlu mendekatkan diri kepada Tuhan
Salah satu konsep dalam buku ini, energi mempunyai tingkatan tersendiri dan hanya relate dengan energi tertentu yang lain. Kamu akan tahu bahwa depresi merupakan salah satu energi paling bawah di buku ini, dan perlu tahapan untuk mencapai energi yang dibutuhkan sampai menjadi orang yang menjalankan hari dengan produktif dan mood yang baik.
Skala energi yang dijelaskan oleh buku ini ada dari 20-1000, depresi berada di level 50. Sebagai perbandingan optimisme ada di level 400 dan rasa marah ada di level 160.

Bagaimana kita mendeskripsikan depresi?
Depresi mempunyai perasaan yang sama dengan apati dan keputus-asaan. Saat depresi, kamu akan apati dengan lingkungan mu sendiri. Kamu tidak lagi memperhatikan kesehatanmu. Kamu tidak lagi melihat pekerjaan/pendidikanmu hal yang perlu kamu perjuangkan, kamu tidak lagi mau berusaha untuk mencapai hal yang kamu inginkan.
Kita bekerja dan bergerak karena ingin melindungi sesuatu. Kita bekerja mendapatkan uang untuk melindungi diri dari kemiskinan (survival). Kamu kuliah jauh-jauh agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak sehingga bisa melindungi diri dari karir/kerja yang dibawah pendapatan yang layak. Kadang kamu bertengkar dan berdebat untuk melindungi pandangan yang kamu percaya.
Orang yang depresi di dalam apati dan keputus-asaan, sudah tidak ada lagi sesuatu yang layak dilindungi, layak diperjuangkan. Hari-hari dilewati begitu saja. Dalam tingkat ekstrim, insting survivalnya juga sudah mati.
“Bodo amat”
“Saya tidak peduli”
“Saya tidak tahu”
Konseling dan terapi, kita lihat sulit untuk menolong orang di level ini.
Mengapa? Walaupun memang sentuhan terapi bisa membantu mereka, namun mereka sekarang berada dalam kondisi tidak ingin disentuh. Coba bayangkan orang depresi yang mengurung dirinya di dalam kamar. Ketika kita ingin masuk untuk berbicara sebentar saja, akan dibalas dengan, “ga usah masuk kamu”.
Saat depresi, pekerjaan-pekerjaan yang simpel terasa berat. Malah diberat-beratkan. Bukan karena sengaja, tapi karena dengan kondisi depresi yang mudah terasa berat. Bahkan berpikir dan memahami obrolan dengan teman pun terasa sulit.
Dari dasar lubang keputus-asaan, bisa kita lihat bahwa mereka sudah tidak peduli, tidak percaya lagi, sehingga tidak ada lagi keinginan apapun.
Lalu bagaimana orang tersebut bisa keluar dari depresi?
Saya sebenarnya ingin cerita langsung dari pengalaman saya, tapi yang akan saya jabarkan adalah perasaan yang saya lewati sehingga saya bisa mencapai level Optimis (400)
Agar orang yang depresi bisa naik level energinya, dia harus naik ke level terdekatnya yaitu self-pity atau menyalahkan diri sendir (80). Perbedaan level energi yang terlalu tinggi tidak akan dimengerti. Itulah mengapa orang yang sedang masa-masa semangat dan pantang menyerah sulit untuk memahami orang yang depresi.
Kemudian naik sedikit demi sedikit, melewati rasa marah (160) dan akhirnya normal di rutinitas (200).
Mungkin kamu akan bertanya, ada apa di level 1000?
Jujur saja saya juga tidak tahu
Yang saya baca dari buku ini, orang yang memiliki level 1000 adalah Nabi Muhammad dan Isa Al-Masih (Jesus).
Terlepas dari kepercayaan kamu, level 1000 adalah level yang terdekat dengan Tuhan
Namun orang yang depresi tidak akan bisa disuruh dekat dengan Tuhan langsung begitu saja bukan? Ada tahap tingakatan energi yang perlu dilewati