Psikologi

Mengobati Procrastination dengan Menyambut Rasa Takut

Tips: Sebelum mulai membaca artikel ini, ada baiknya membaca artikel sebelumnya mengenai rasa takut: Sains di balik rasa takut

Melihat ular melintas di depannya, Farhan langsung melompat mundur dan berteriak sebentar. Setelah dilihat tidak lama, dia baru sadar bahwa yang melintas adalah hanyalah seekor ular sawah. Farhan lega dan melanjutkan perjalanannya. 

Reaksi Farhan di cerita 3 kalimat diatas merupakan salah satu reaksi takut yang diturunkan oleh leluhur manusia. Dikategorikan sebagai 3F Flight-Fight-Freeze. Farhan bereaksi dengan Flight (kabur) setelah melihat ular lewat. 

Perasaan takut seperti juga terjadi saat ketika mobil di depan kita mengerem mendadak atau diteriaki orang tidak dikenal. Jarang terjadi, namun rasa takutnya membuat jantung berdetak kencang.

Namun ada rasa takut yang kecil, tidak kelihatan, namun sering membuat kegiatan sehari-hari kita terganggu. Yaitu perasaan saat kita ingin procrastinating (menunda-nunda)

Secara psikologis, sumber dari procrastinating bisa bersumber dari rasa takut 1) Menggunakan tenaga/energi terlalu besar 2) Takut gagal 3) Takut berhasil/sukses

Rasa takut menggunakan tenaga/energi terlalu besar

Saat membuat to do list atau rencana sederhana saat weekend, hampir 50% pekerjaan tersebut tertunda atau tidak jadi dikerjakan. Kita ingin melakukan A atau B, dengan alasan tertentu atau sekedar ingin terlihat produktif. Namun, ternyata otak kita seakan ingin menghindari kegiatan tersebut dan ingin beristirahat, santai.

Saya jadikan menulis sebagai contoh saja, saat motivasi menulis saya sangat tinggi google docs atau buku catatan langsung saya buka. Mulailah saya berpikir apa topiknya dan layout/kerangka tulisan yang akan ditulis. Setelah beberapa saat otak saya seakan ingin segera keluar dari kegiatan menulis ini dan menggerakan seluruh hormon di otak agar saya istirahat saja.

Otak kita sebenarnya sadar bahwa kegiatan menulis yang akan dilangsungkan ini akan membebani otak, sehingga otak ingin menghindari konsekuensi dari kegiatan menulis. 

Meaningful activity and konsumsi energi otak adalah hal yang searah, semakin berarti aktivitasnya maka semakin banyak energi yang akan dipakai. Menciptakan sesuatu, menulis, menggambar, dan belajar adalah aktivitas yang otak tidak sukai karena penggunaan energi yang luar biasa. Bagi yang tidak biasa akan sulit memulai. 

Untuk mengarahkan otak kita untuk tidak takut, saya menyarankan untuk membiasakan diri memberi reward setelah kegiatan ini selesai. 

Dengan stimulus hadiah kepada diri sendiri, otak kita akan dilatih untuk bisa melawan rasa takut karena akan ada hal yang lebih baik ketika selesai. Kadang rasa kepuasan setelah menulis atau menggambar tidak cukup untuk mendorong otak untuk setuju dengan hati kecil. Hati kecil kita ingin membuat sesuatu yang membuat kita bangga, namun otak tidak mau penggunaan RAM nya terlalu tinggi. 

Dari sini kita bisa berkompromi agar otak setuju untuk mengikuti hati.

Rasa takut akan kegagalan

Perfeksionis, adalah salah satu hambatan ketika ingin melakukan sesuatu. Jika tidak sempurna, seolah-olah tidak layak untuk dilanjutkan dan segera ingin ditinggalkan.

Biasanya perfeksionis muncul dari rasa insecure bahwa kegiatan tersebut akan gagal. Projeksi emosi dari kegagalan bisa berarti takut dicemooh, takut tidak diterima, takut disalahkan.

Pengalamn perfeksionis saya ada banyak di saat menulis thesis/skripsi dan workout.

Saya ingin tulisan ilmiah yang akan ditulis lengkap dan berguna bagi banyak orang. Namun ekspektasi saya yang terlalu tinggi membuat saya insecure dengan tulisan yang saya buat. Sering kali menghindari menulis dengan alasan moodnya tidak bagus, atau belum ketemu paper (sebagai referensi) yang sesuai. 

Hasilnya setelah saya submit ke kampus, toh saya puas-puas saja. Rasa takut yang terlalu berlebihan akan kegagalan menghambat thesis saya. Rasanya waktu yang disia-siakan itu bisa dipakai untuk benar-benar bersantai.

Dengan mengiyakan rasa takut ini, saya tulis saja. Caranya? Cukup pikirkan lebih dalam konsekuensi ketika hal ini terjadi. Apakah dicemooh dan disalahkan berdampak besar? Saya sudah pernah berpikir sampai untuk menutup blog ini, dan setelah dipikir-pikir ternyata it is not bad. Saya masih bisa memulai blog baru dan menulis lagi. 

Dari sana, saya bisa move on dan menulis dengan mood yang lebih baik

Saat workout sama juga, sering saat saya merasa tidak enak badan dan setelah saya angkat dumbell 1 set rasa tidak enak itu langsung hilang. Saya takut mood tidak sempurna sehingga gerakan workout saya tidak baik, sehingga tidak cukup untuk membuat otot berkembang. 

Ternyata rasa takut itu langsung hilang setelah 1 set.

Rasa takut akan kesuksesan/keberhasilan

Ini terlihat seperti counterintuitive, bertolak belakang dengan penjelasan sebelumnya. 

Mengapa bisa kita juga takut gagal, namun juga takut akan kalau berhasil?

Gagal dan berhasil, dua-duanya membawa perubahan

Otak kalau sudah terlanjur nyaman, ada tendensi untuk tidak bergerak, tidak mau berubah. Kadang perlu diberi stimulus dahulu untuk berubah.

Kamu takut tidak bisa menghandle dampak dari kegagalan, namun juga takut untuk tidak bisa menangani dampak dari kesuksesan. 

Pernah ga kamu menghapus tweet karena takut viral? Atau mendaftar beasiswa/program yang takut tidak bisa menghandel ketika sudah lulus?

(Tulisan ini terinspirasi dari seorang teman dari Kumpul Baca)

Photo by Mikayla Mallek on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *