PsikologiSelf Improvement

Levels of Energy: Menakar Tingkat Emosi

Pada saat emosi tertentu apakah marah, sedih, bersemangat, berbeda pula respon kita ketika bersama dengan orang lain atau mengambil sebuah keputusan. Saat marah pengambilan keputusan biasanya tidak sebaik saat bersemangat. Ketika berbicara dengan orang lain, kesedihan teman bicara mengubah suasana bersama sehingga ingin segera menghibur atau meminta untuk istirahat di rumah agar bisa keluar dari suasana sedih tersebut.

Ada bermacam-macam emosi yang kita miliki seperti yang ada di film “Inside out”, dan saya yakin ada lebih dari yang ada di film tersebut. Dalam buku “Sebuah Seni Bersikap Masa Bodoh”, kita melihat ada emosi khusus yang menjadi fokus buku ini yaitu minder, dan bagaimana cara keluar dari rasa minder. Ketika dimarahi oleh orang lain kita merasa sedih ada juga ada yang merasa marah, dan segera ingin mengeluarkan perasaan tersebut. Di satu sisi lain, ada emosi yang ingin kita tetap terus ada seperti senang dan rasa antusias, namun setelah beberapa waktu rasa tersebut sedikit-sedikit berkurang dan menghilang.

Sekitar 2 tahun yang lalu, saya menemukan sebuah buku yang berjudul “Levels of Energy” oleh Frederick Dodson. Dari judul bukunya terlihat seperti buku pelajaran fisika yang menjelaskan tentang energy potensial atau kinetik. Namun yang dimaksud energi disini lebih tepatnya adalah emotional state (tingkat emosi) seseorang. Tingkat emosi dalam buku ini, dipisah berdasarkan level dari energinya, dari 0-1000.

Setiap tingkat emosi mempunyai ciri khas sendiri, mempengaruhi bagaimana tiap orang melihat keadaan di sekitar berdasarkan tingkat energi orang tersebut. Tingkat emosi seseorang tidak hanya mempengaruhi orang disekitarnya namun juga bagaimana dia melihat diri sendiri, terutama cara pikir.

Tingkat emosi level bawah, merupakan tingkat emosi yang tidak menyenangkan berada disana. Berlama-lama di tingkat emosi ini lebih banyak kerusakannya dibandingkan dengan manfaatnya. Dari chart di atas range tingkat emosi level bawah ada di kisaran 0-200, dari shame (rasa bersalah) hingga pride (sombong). Tingkat emosi 200 adalah batas tingkat emosi bawah dan atas, batas dimana dapat dikatakan “normal”. Setelah itu pada tingkat emosi level atas, diangka 200 ke atas, dari courage (berani) sampai enlightment (pencerahan). Setiap tingkat emosi mempunyai cara berpikir tersendiri. Contoh mudahnya adalah bagaimana orang yang di level takut (100) dan berani (250), analogi ini cukup sering digunakan saat seminar motivasi. Orang yang takut lebih melihat masalah sebagai halangan, sedangkan yang berani lebih melihatnya sebagai tantangan.

Salah satu hal yang membuat saya tertarik buku ini adalah bagaimana saya mengerti tahapan-tahapan tingkat emosi orang yang depresi (50) hingga menjadi normal kembali. Bisa kita lihat di chart, di antara angka 50-200, terdapat beberapa tingkat emosi seperti Fear (Takut, 100), Desire (Keserakahan, 125), dan Anger (Marah, 150). Emosi-emosi tersebut juga kurang menyenangkan jika berlama-lama di sana, namun lebih baik di level Apathy (Tidak peduli, 50). Pada tingkat emosi 50, manusia hampir tidak merasakan emosi apapun. Lingkungan di sekitarnya dia tidak peduli, karena dia tidak merasakan apa apa lagi.

Pada tahapan ini orang yang setelah keluar dari depresi, bisa jadi tidak ke langsung level normal. Bisa jadi dari proses tersebut, dia tersendat dulu di level 150. Bisa dilihat dia cukup sering menyalahkan sesuatu yang terjadi pada dia, dengan melemparkan rasa kesal kepada orang yang disekitarnya. Rasa marah tersebut bisa bermacam-macam sumbernya, salah satunya mungkin dia marah karena orang disekitarnya tidak peduli ketika dia depresi walau kenyataannya banyak orang disekitarnya mensupport dia. Bisa jadi juga dia marah karena pada masa remaja dia tidak diberitahu kenyataan yg dia ketahui sehingga dia bisa keluar dari depresi.  Pada tingkat emosi ini dia hanya melihat bahwa orang-orang disekitarnya berkonspirasi terhadap dirinya.

Di level bawah, orang cenderung hanya melihat diri sendiri sebagai fokus kenyataannya. Contohnya saat Sampai melewati level normal, baru lah manusia memiliki energi emosi lebih untuk orang di sekitarnya.

Saya sendiri cukup banyak mempelajari tingkat emosi bawah dari buku ini, sehingga mempunyai tameng ketika jatuh di level ini. Orang yang pemikirannya telah netral (300) pun bisa jatuh ke marah (150) jika stress dan ada hal buruk yang menimpanya.

Sampai disini, kenapa harus buku ini? Ada 3 skill yang saya dapatkan setelah berlatih mengukur tingkat emosi. Pertama, menyadari segera dimana posisi tingkat emosi sendiri, kedua bagaimana cara kembali ke tingkat emosi netral ketika berada di level rendah dan terakhir bagaimana cara naik ke emosi tingkat yang lebih tinggi.

Untuk skill pertama, hal ini sangat penting menurut saya ketika pada posisi emosi tingkat bawah. Dalam sehari, sering ada kejadian yang membuat kita tidak sadar membuat kita stress atau Lelah sehingga menurunkan tingkat emosi. Pada saat ini, apa yang kita semua terkesan negative dan membuat hari semakin buruk. Berkat kesadaran tingkat emosi, saya langsung mengambil Langkah agar bisa kembali ke tingkat emosi netral.

Tingkat emosi yang terlalu tidak mengganggu orang sekitar seperti serakah (125) atau frustasi (190), biasanya kita sendiri pun kurang sadar karena tidak ada yang mengingatkan. Pada emosi dintara takut (100) sampai frustasi / stress (190), biasa cenderung cepat mengambil keputusan namun keputusan yang diambil kurang tepat. Sehingga perlu tenang terlebih dahulu, mengambil nafas dalam-dalam, sehingga dapat kembali ke posisi tingkat emosi netral (200).

Ketika sudah pada posisi netral, jika kita sudah terbiasa dengan emosi tingkat atas, maka dengan sendirinya tingkat emosi kita akan naik. Keputusan yang kita ambil akan lebih bijak dan tidak menyesal dikemudian hari. Dengan diri yang tenang, orang disekitar kita juga akan terdampak.

Hal yang lebih menarik adalah, sebelum kita melihat orang tersebut kita sebenarnya bisa merasakan tingkat emosi orang-orang disekitar kita. Kita bisa merasakan tingkat emosi atas yang tenang pada seorang guru yang menjelaskan pelajaran dengan antusias, dengan seorang guru yang mengajarkan biasa-biasa saja. Emosi orang lain akan terdampak ke kita, baik dari emosi tingkat bawah maupun atas.

Saya yakin untuk membahagiakan seseorang, diri sendiri harus bahagia terlebih dahulu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *